PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: OMNIBUS SEBAGAI TEKNIK PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM UNDNAG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2022

OLEH : RIKA BAHRI (NIM P2B122053)

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat atau warga negara, melindungi dan mengayomi hak-hak negara, memberikan rasa keadilan bagi warga negara, menciptakan ketertiban dan ketenteraman

 Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ada beberapa teknik yang dapat digunakan, salah satunya teknik Omnibus. Metode omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan yang memuat materi muatan baru, mengubah materi muatan, atau mencabut peraturan perundang-undangan dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu. Sebuah konsep yang menggabungkan secara resmi (amandemen) beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu bentuk undang-undang baru. Ini dilakukan untuk mengatasi tumpang tindih regulasi dan memangkas masalah dalam birokrasi, yang dinilai menghambat pelaksanaan dari kebijakan yang diperlukan.

 Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 Tentang Perubaha Kedua Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyentuh pembahasan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan-perundang-undangan dengan tekknik omnibus. Dalam pasal 64 ayat (1a) dikatakan bahwa “Penyusunan Rancangan Peraturan Perundangundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat menggunakan metode omnibus”. Ini mengartikan bahwa untuk langkah kedepannya dalam pembentukan perundang-undangan harus menggunakan metode omnibus. Ketika akan menggunakan metode omnibus, maka metode tersebut harus ditetapkan sejak dokumen perencanaan. Apabila dokumen tersebut telah diatur dalam perundangundangan yang menggunakan metode omnibus, maka materi muatan tersebut haya dapat diubah dan dicabut melalui perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan tersebut.

Sebagai contoh yaitu UU No 26 Tahun 2007 pasal 6 tentang Penataan Ruang telah diubah menjadi UU No. 11 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Pasal 6 UU No. 26 Tahun 2007 ini hanya dapat diubah atau dicabut melalui perubahan atau pencabutan UU Cipta Kerja.

konsep Omnibus sudah dibicarakan oleh parlemen Inggris pada tahun 1800-an. Tujuannya untuk menyederhanakan proses pembentukan legislasi dalam pembahasan di parlemen Inggris. Dalam perkembangannya, publik menjadi tahu bahwa hal itu merupakan bagian dari taktik untuk memasukkan berbagai kepentingan dalam Omnibus karena terlalu banyak pasal, terlalu banyak muatan.

Dari sebuah literature Omnibus diartikan sebagai Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berisi berbagai hal yang berbeda untuk memaksa pemerintah agar menerima pasal-pasal tertentu yang tidak terkait atau menolak undang-undang utama seluruhnya, hingga terjadi jual-beli kepentingan. Karena itu, dalam sejarah Inggris, Kanada, Amerika, kemudian digagas perubahan agar mekanisme jual beli kepentingan tidak masuk dalam Omnibus. Hingga mengubah konsep Omnibus sebagai undang-undang yang besar namun hanya memuat satu isu.

Namun banyak sekali penolakan di tengah masyarakat berkaitan dengan teknik omnibus ini, bukan hanya di kalangan masyarakat tetapi juga di kalangan elit pemerintah. Sebagai produk hukum yang belum pernah diterapkan secara formal di Indonesia, Omnibus tentu akan mendapat banyak tantangan serupa dari berbagai pihak. Jika dicermati, ada 2 (dua) tantangan terberat penerapan Omnibus, masalah pertama yaitu masih adanya persepsi tentang Omnibus yang dianggap berdampak pada kebijakan pemerintah daerah karena dinilai membatasi kebijakan pemerintah setempat. Masalah yang kedua adalah Omnibus tidak sejalan dengan UU No 12 Tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan. Pemerintah pusat baik Presiden dan DPR perlu mengambil langkah yang tepat sebelum mengimplementasikan Omnibus Law sebagai payung hukum.


Komentar